Selasa, 05 Mei 2015

Zoologi Invertebrata-Platyhelminthes



LAPORAN PRAKTIKUM V
ZOOLOGI INVERTEBRATA
(AKKC 222)
PLATYHELMINTHES
Oleh :
Siti Sarah
(A1C214053)
Kelompok VI A

Dosen Pengasuh :
Drs. Bunda Halang, MT
Drs. Dharmono, M.Si
Mahrudin, S.Pd, M.Pd
M. Arsyad, S.Pd, M.Pd
Amalia Rezeki, S.Pd, M.Pd

Asisten :

                                                    Dela Aprilia Lesman
M. Lutvi Ansari, S.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
MARET
2015
PRAKTIKUM V

Topik               :  Platyhelminthes
Tujuan          : 1.  Mengetahui ciri morfologi dari phyllum platyhelminthes
                          2. Mengamati cara gerak platyhelminthes (Planaria sp)
     3. Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri morfologi dan Fasciola hepatica.
Hari / tanggal  :  Kamis / 26 Maret 2015
Tempat            :  Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin

I.                   ALAT DAN BAHAN
A. Alat            :
1.      Alat tulis
2.      Mikroskop
3.      Kaca benda
4.      Kaca penutup
5.      Cawan petri
6.      Baki
7.      Kaca arloji
8.      Pinset
9.      Tisu
10.   Kertas milimeter
B. Bahan:
1.      Planaria sp
2.      Preparat/awetan Fasciola hepatica.

II.                CARA KERJA
            Berdasarkan sumber dari M. Rizki Anwar salah satu mahasiswa prodi biologi angkatan 2014 yang ikut ke Mandiangin untuk mencari Planaria sp. Cara mendapatkan Planaria sp yaitu:
1.      Menyediakan toples plastik, kertas karbon, dan daging  sapi serta daging kambing yang segar.
2.      Menutup sekeliling toples plastik dengan kertas karbon agar tidak ada cahaya yang masuk.
3.      Memotong kecil-kecil daging sapi dan daging kambing.
4.      Meletakkan daging sapi dan daging kambing di aliran sungai yang teduh, jernih dan banyak bebatuannya.
5.      Mendiamkannya selama 5-10 menit .
6.      Mengangkat daging tadi dan meletakkan Planaria sp kedalam toples tadi dengan cara mengoyang-goyang daging agar Planaria sp terlepas dari daging tersebut.
7.      Menutup toples dengan kertas karbon kemudian ditutup dengan tutup toples plastik tersebut. Setelah toples plastik tertutup rapat, saat akan membawa pulang dari Mandingan ke Banjarmasin lalu membawa ke Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin  toples ditutup lagi dengan menggunakan plastik hitam agar tidak terkena cahaya matahari secara langsung.

A.      Planaria sp
a). Mengetahui ciri morfologi dari phyllum platyhelminthes
1.      Menyiapkan alat dan bahan.
2.      Memindahkan Planaria sp dari toples kekaca benda dengan menggunakan pinset lalu ditutup dengan kaca penutup
3.      Meletakkan kaca benda diatas meja preparat dan dijepit dengan penjepit mikroskop. Mencari fokus cahaya agar benda dapat terlihat dengan jelas
4.      Memoto Planaria sp dengan menggunakan kamera handphone
5.      Menggambar morfologi Planaria sp dan memberikan keterangan.




b). Mengamati cara gerak Planaria sp

1.    Menyiapkan alat dan bahan
2.    Memindahkan Planaria sp dari toples kecawan arloji dengan menggunakan       pinset lalu meletakkannya diatas kertas milimeter
3.    Mengamati cara gerak Planaria sp
B.   Fasciola hepatica
1.    Menyiapkan alat dan bahan
2.    Meletakkan awetan Fasciola hepatica pada kaca benda dan ditutup dengan kaca penutup
3.   Meletakkan kaca benda diatas meja preparat dan dijepit dengan penjepit mikroskop. Mencari fokus cahaya agar benda dapat terlihat dengan jelas
a.       Memoto Fasciola hepatica dengan menggunakan kamera handphone
b.      Menggambar morfologi Fasciola hepatica dan memberikan keterangan.

III.             TEORI DASAR
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis,
sudah mempunyai sistem syaraf  yang bersistem tangga tali, yang terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior  dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus. Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit ).
            Anggota dari Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas  Turbelaria, kelas Trematoda dan  kelas Cestoda.
1.      Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
            Permukaan tubuhnya bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasit,  tubuhnya dibagi atas segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar, disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa (lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana. Contoh : Planaria, Bipalium.
2.      Kelas Trematoda (cacing hisap)
            Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuhnya seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Contoh : Fasciola hepatica, Schistosoma japonicum.
3.      Kelas Cestoda (cacing pita)
            Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen.
Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya  terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia solium, Taenia saginata.

IV.             IV. HASIL PENGAMATAN
I.                   ANALISIS DATA

1.      Planaria sp.
Klasifikasi       :
Kingdom         : Animalia    
Phylum            : Platyhelminthes
Class                : Turbellaria
Ordo                : Tricladida
Sub ordo         : Paludicola
Family             : Tricladidae
Genus              : Planaria
Species            : Planaria sp.
Sumber            : (Verma. 2002)
               Planaria sp dapat ditemukan di sungai, mata air, kolam dan danau di bawah batu-batuan atau di tempat-tempat yang agak dingin. Biasanya cacing ini menempel di batuan atau di daun yang tergenang air. Bila kita ingin mengambil cacing ini cukup kita beri umpan sepotong daging ke perairan yang kita duga terdapat cacing itu. Bila ditempat itu memang ada cacing Planaria sp maka cacing tersebut akan menempel pada umpan.
               Bentuk tubuh Planaria ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing. Panjang tubuh planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi Planaria yang hidup di darat dapat mencapai 60 cm. Bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada tubuh sebelah ventral.
               Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan sepasang bintik mata yang sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu, Planaria dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria tidak dapat melihat. Kira-kira di dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah ekor ditemukan lubang mulut. Lubang mulut ini berhubungan dengan kerongkongan atau pharynx yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular maupun longitudinal. Kerongkongan ini dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur, kerongkongan tersebut bentuknya mirip dengan belalai, dan biasa disebut proboscis.
               Di bagian kepala yaitu di bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga yang biasa disebut aurikel. Tepat di bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit yang menghubungkan bagian badan dan bagian kepala, disebut bagian leher.
               Cacing ini bergerak dengan cara mengangkat bagian posterior tubuhnya. Tepat dibawah bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang menyerupai telinga. Dan tepat dibawah kepala terdapat bagian menyempit yang menghubungkan bagian badan dan bagian kepala yang disebut leher. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral ditemukan zona adesif. Zona adesif tersebut menghasilkan zat yang liat yang berfungsi untuk melekatkan diri dipermukaan benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral pada tubuh terdapat rambut-rambut getar halus yang berfungsi dalam pergerakan. Gerakannya lurus sepanjang lendir yang diekskresikannya.
               Makanan cacing ini terdiri dari hewan-hewan kecil lainnya yang masih hidup maupun yang telah mati. Cara makan atau menangkap mangsa pada Planaria, mula-mula Planaria sp bergerak meluncur selama mengejar mangsanya kemudian ujung anteriornya dibelokkan apabila tersentuh oleh mangsa kemudian Planaria sp akan melingkarinya. Dengan lendir excert glandulae mucosae yang terdapat di sepanjang sisi badan dan kapsula, maka mangsa dapat lingkari dengan erat menangkap mangsa. Setelah itu mangsa yang sudah dilingkari tadi dimasukkan ke dalam mulutnya. Kemudian Planaria sp diam dengan setengah badan mangsa pada bagian anterior dan setengah badannya diliputi bagian posteriornya. Untuk selanjutnya faring akan ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan dengan segera mangsa ditarik masuk ke dalam mulut bersama faring.
               Sistem pencernaannya terdiri atas mulut, proboscis, faring dan usus yang bercabang. Mulut terletak pada permukaan ventral tepatnya di bagian belakang tengah tubuhnya. Proboscis yaitu tenggorokan yang dapat ditonjolkan ke luar yang terletak kira-kira di tengah-tengah mulut. Faring terletak tepat di belakang. Makanan masuk melalui mulut, dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus. Cabang usus tersebut ada 3, satu menuju anterior dan dua menuju posterior. Makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan kembali melalui mulutnya karena Planaria sp tidak mempunyai anus.
               Planaria sudah memiliki alat indera yang berupa bintik mata dan indera aurikel, yang keduanya terletak di bagian kepala. Planaria bersifat hermafrodit, maka di dalam tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun alat kelamin betina
               Planaria akan menghindarkan diri apabila terkena sinar yang kuat. Oleh karena itu pada siang hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di bawah obyek-obyek yang lain. Di bawah sinar difus, cacing itu aktif bergerak, berenang-renang ataupun merayap. Biasanya mereka berkelompok antara 6 – 20 ekor. Pada waktu istirahat biasanya mereka melekatkan atau menempelkan diri pada suatu obyek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir yang terdapat pada zona adesif dari pada tubuh. Planaria melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak merayap dan gerak meluncur. Planaria mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas, yaitu arah : anterior – posterior dan dorsal – ventral.

2.      Cacing hati (Fasciola hepatica)
Klasifikasi          :          
Kingdom           : Animalia
Phylum              : Platyhelminthes
Class                  : Trematoda
Ordo                  : Digenea
Familia               : Digeniadae
Genus                : Fasciola
Spesies               : Fasciola hepatica
(Sumber : Hegner, 1968 )

                    Fasciola hepatica termasuk kedalam class Trematoda yang mempunyai ciri-ciri yaitu: tubuhnya tidak bersilia jika dewasa tetapi berkutikula, semua anggotanya hidup parasit, tipe hidup kompleks dan mempunyai alat hisap.
Pada penampang memanjang pada Fasciola hepatica menunjukkan struktur yang berikut : badan berdinding terdiri dari kulit jangat yang berisi spinules, lapisan otot dan mesenchyme. Yang mana di depan mulut terdapat alat penghisap dan pada sisi cabangnya terdapat acetubulum. Uterus, exeroty saluran pipa, ootype, vitellaria dan kelenjar mehinis’s adalah kelihatan.
                Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Fasciola hepatica terlihat dari morfologinya cacing ini mulutnya di sebelah anterior. Hewan ini hidup parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan lain-lainnya dan kadang ditemukan juga pada manusia.
                Mulut terletak di sebelah anterior. Di sekitar mulut terdapat alat hisap. Alaat ini terdapat juga di daerah ventral yang berfungsi sebagai alaat penempel pada hospes.
Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior.
                Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan erat pada hospes. Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1)lapisan luar melingkar, (2)lapisan tengah, (3)lapisan dalam yang diagonal.
                Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Endoderm melapisi saluran pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan saluran reproduksi.
                Cacing hati berwarna merah tua. Habitatnya di dalam hati hewan ternak memamah biak seperti sapi. Cacing ini bersifat endoparasit pada hospesnya.Cacing yang terdapat di dalam tubuh siput air tawar merupakan fase mirasidium Fasciola hepatica. Cacing ini memiliki ciri-ciri tubuhnya berwarna putih transparan.
              Fasciola hepatica merupakan cacing yang pada fase dewasanya hidup sebagai parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan hewan ternak lainnya, dan kadang-kadang juga ditemukan pada inang.
            Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct, kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
            Sistem ekskresinya berupa sel-sel api (flame cell) dan dapat juga melalui saluran utama yang mempunyai lubang pembuangan keluar. Sistem sarafnya berupa sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai otak (bertindak sebagai susunan saraf serta mengkoordinir segala aktivitas tubuhnya).
                    Pada larva Miracidium muncul dari telur yang subur dan hidupnya bebas. Mirasidium yang mikroskopik, dorsoventral, berbentuk kerucut dalam keadaan bebas larva tersebut melangkah berenang.
Badannya ditutupi dengan cilia yang seragam. Cilia itu mempunyai suatu lapisan luar/dari sel bersudut enam, mengatur di lima baris, di bawah lapisan ini adalah suatu lapisan otot tipis/encer. Di depan dan akhir produksi ke dalam suatu cuping berbentuk kerucut, apiccal papilla. Struktur internal, kelenjar/penekan apikal, cephalik,otak, dua bintik mata, dua sel api dan benih sel bersifat elementer jelas dilihat. Larva miracidium berenang mencari-cari suatu rumah intermediate yang mana adalah Limnea truncatulauntuk sekitar 4-30 jam. Apabila tidak dikocok dengan rumah yang ditempatinya, maka larva tersebut itu akan mati. Setelah memperoleh rumah yang pantas, lalu larva menembus ke dalam jaringan oleh papilla apikal.
               Fasciola hepatica hidup parasit pada hati hewan ternak seperti kambing, biri-biri, dan sapi. Di dalam tubuh hewan tersebut terdapat telur cacing yang sudah dibuahi kemudian telur tersebut keluar bersama fases dari hewan ternak tersebut. Jatuh di tempat lembab atau air.
Telur berkembang menjadi mirasidia ( mempunyai rambut getar diseluruh permukaan tubuhnya sehingga dapat berenang bebas ). Apabila mirasidia bertemu dengan siput, maka mirasidia tersebut masuk ke dalam  dan melepaskan rambut getarnya. Tetapi apabila tidak menemukan siput maka miraidia akan mati. Setelah mirasidia yang telah berada dalam tubuh siput berkembang menjadi sporokist, sporokist berkembang menjadi redia. Redia secara patenogenesis akan menghasilkan redia baru. Setelah itu terbentuklah serkaria ( sudah mempunyai mulut, 2 alat hisap, dan memiliki ekor ). Dengan adanya ekor, serkaria dapat keluar dari tubuh siput dan berenang dalam air dan kemudian melekat pada tumbuhan. Selanjutnya serkaria yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya dengan selaput. Selanjutnya serkaria yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya dengan selaput yang kuat menjadi siste yang disebut metaserkaria. Apabila metaserkaria terlepas dari tempat melekatnya maka akan mencemari tempat disekitarnya, dan termakan oleh  hewan ternak tersebut.
                Maka didalam tubuh hewan ternak tersebut terdapat cacing hati yang lama-kelamaan akan berkembang menjadi dewasa. Kemudian di dalam tubuh hewan ternak tadi mengandung telur, telur dilepaskan melalui fases, dan seterusnya.








Siklus Hidup Fasciola hepatica









( sumber : Anonim e. 2015. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015)
Keterangan siklus hidup Fasciola hepatica  ( Sumber:http://www.biocab.org/) :
1.      Telur keluar bersama-sama kotoran (feses) domba dan menetas di air selama 9-15 hari, kemudian menjadi larva bersilia (mirasidium).
2.      Mirasidium dapat berenang di air. Jika bertemu dengan siput di air tawar (Lymnaea javanica), mirasidium akan menyerangnya.
3.      Dalam tubuh siput air, mirasidium dapat melubungi jaringan, misalnya ronga paru-paru atau pembuluh getah bening. Jika banyak mirasidium yang masuk ke dalam tubuhnya, siput air akan mati.
4.      Larva akan membuang semua silianya dan membesar menjadi sporokista.
5.      Sporokista berpartogenesis dan berubah menjadi redia.
6.      Redia juga berpartogenesis (tanpa fertilisasi) menjadi serkaria.
7.      Serkaria mempunyai ekor dan menembus tubuh siput untuk keluar. Kemudian, serkaria berenang beberapa lama sehingga melepaskan ekornya di rumput dan tumbuhan air  menjadi metaserkaria yang membungkus diri dengan kista (cyste). Kista dapat tahan lama di rumput.
8.      Jika kista termakan oleh biri-biri, kista akan menembus dinding usus dua belas jari dan masuk ke hati serta saluran empedu biri-biri sebagai cacing dewasa selama beberapa bulan.
9.      Setelah cacing dewasa bertelur, selanjutnya perkembangan cacing berulang
kembali.
II.        KESIMPULAN

1.         Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani “platy” yang artinya pipih dan “helmintes” yang artinya cacing.
2.      Tubuh Planaria berbentuk pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing.
3.      Planaria sudah mempunyai alat indera berupa bintik mata, dan indera aurikel yang kedua-duanya terletak di bagian kepala.
4.      Planaria sp bergerak menggunakan silia yang terdapat pada epidermis tubuhnya dan gerakannya lurus sepanjang lendir yang diekskresikannya. Cara makan Planaria sp. adalah dengan memasukkan mangsanya ke dalam mulut dan dikeluarkan melalui mulut lagi, karena saluran pencernaannya hanya terdiri dari mulut, faring, dan usus, tidak mempunyai anus.
5.      Fasciola hepatica merupakan salah satu contoh anggota phylum  platyhelminthes yang termasuk dalam kelas trematoda .
6.      Fasciola hepatica biasanya hidup sebagai parasit pada hewan-hewan ternak dan larvanya biasanya hidup di dalam tubuh siput.
7.      Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk pipih yang pada bagian anteriornya meruncing terdapat alat penghisap.
8.      Daur hidup Fasciola hepatica dari telur → larva (mirasidium) → sporokista → redia → serkaria → metaserkaria → cacing dewasa (pada hati hewan.
III.             DAFTAR PUSTAKA

A.                Daftar pustaka buku
Bunda Halang, Dharmono, Mahruddin, M. Arsyad, dan Amalia Rezeki. 2015. Penuntun Praktikum Zoologi Invertebrata. FKIP Unlam Banjarmasin.
Hegner, Robert.W. & Joseph G.Engemann. 1968. Invertebrates Zoologi. London : The Macmillan  Company Collier-Macmilllan Limited.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan Invertebrata dan vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
Radiopoetro, 1983. Zoologi invertebrata. Jakarta: Erlangga
Verma,P.S. 2002. A Manual Of Practical Zoology Invertebrates. S. Chand & Company LTD : New Delhi.
B.   Daftar pustaka gambar
Anonim a. 2015. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/ planaria_wholemount.jpg. Diakses pada  tanggal 26 Maret 2015.
Anonim b. 2015. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/ planaria_siklus.jpg.  Diakses pada tanggal 26 Maret 2015.
Anonim c. 2015. http://www.e-dukasi.net.com/. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015.
Anonim d. 2015. http://www.wwa-fs.bayern.com/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2015.
Anonim e. 2015. http://www.bioweb.edu/. Diakses pada tanggal 26 Maret 2015.


 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar