LAPORAN PRAKTIKUM V
ZOOLOGI INVERTEBRATA
(AKKC 222)
PLATYHELMINTHES
Oleh :
Siti Sarah
(A1C214053)
Kelompok VI A
Dosen Pengasuh :
Drs. Bunda Halang, MT
Drs. Dharmono, M.Si
Mahrudin, S.Pd, M.Pd
M. Arsyad, S.Pd, M.Pd
Amalia Rezeki, S.Pd, M.Pd
Asisten :
Dela Aprilia
Lesman
M. Lutvi Ansari, S.Pd
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
BANJARMASIN
MARET
2015
PRAKTIKUM
V
Topik : Platyhelminthes
Tujuan : 1.
Mengetahui ciri morfologi dari phyllum platyhelminthes
2. Mengamati cara gerak platyhelminthes (Planaria sp)
3.
Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri morfologi dan Fasciola hepatica.
Hari / tanggal : Kamis
/ 26 Maret 2015
Tempat :
Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin
I.




ALAT DAN BAHAN





A. Alat :
1. Alat
tulis
2. Mikroskop
3. Kaca
benda
4. Kaca penutup
5. Cawan
petri
6. Baki
7. Kaca arloji
8. Pinset
9. Tisu
10. Kertas milimeter
B. Bahan:
1.
Planaria sp
2.
Preparat/awetan Fasciola hepatica.
II.
CARA KERJA
Berdasarkan sumber dari M. Rizki Anwar salah satu
mahasiswa prodi biologi angkatan 2014 yang ikut ke Mandiangin untuk mencari Planaria sp. Cara mendapatkan Planaria sp yaitu:
1.
Menyediakan
toples plastik, kertas karbon, dan daging
sapi serta daging kambing yang segar.
2.
Menutup
sekeliling toples plastik dengan kertas karbon agar tidak ada cahaya yang
masuk.
3.
Memotong
kecil-kecil daging sapi dan daging kambing.
4.
Meletakkan daging sapi dan
daging kambing di aliran sungai yang teduh, jernih dan
banyak bebatuannya.
5.
Mendiamkannya selama 5-10 menit .
6.
Mengangkat daging tadi dan meletakkan Planaria sp kedalam toples tadi
dengan cara mengoyang-goyang daging agar
Planaria sp terlepas dari daging tersebut.
7.
Menutup
toples dengan kertas karbon kemudian ditutup dengan tutup toples plastik
tersebut. Setelah toples plastik tertutup rapat, saat akan membawa pulang dari
Mandingan ke Banjarmasin lalu membawa ke Laboratorium
Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin toples ditutup lagi dengan
menggunakan plastik hitam agar tidak terkena cahaya
matahari secara langsung.
A.
Planaria sp
a). Mengetahui ciri morfologi dari phyllum platyhelminthes
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memindahkan Planaria sp
dari toples kekaca benda dengan menggunakan pinset lalu ditutup dengan kaca
penutup
3. Meletakkan kaca benda
diatas meja preparat dan dijepit dengan penjepit mikroskop. Mencari fokus
cahaya agar benda dapat terlihat dengan jelas
4. Memoto Planaria
sp dengan menggunakan kamera handphone
5. Menggambar morfologi Planaria sp dan memberikan keterangan.
b).
Mengamati cara gerak Planaria sp
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memindahkan Planaria sp dari toples kecawan arloji dengan
menggunakan pinset lalu
meletakkannya diatas kertas milimeter
3. Mengamati cara gerak Planaria sp
B. Fasciola hepatica
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Meletakkan awetan Fasciola hepatica pada kaca benda dan
ditutup dengan kaca penutup
3. Meletakkan kaca benda diatas
meja preparat dan dijepit dengan penjepit mikroskop. Mencari fokus cahaya agar
benda dapat terlihat dengan jelas
a.
Memoto Fasciola hepatica dengan menggunakan
kamera handphone
b.
Menggambar morfologi Fasciola
hepatica dan memberikan keterangan.
III.
TEORI DASAR
Platyhelminthes berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy =
pipih, helmintes = cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata,
maka kedudukan Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu
dapat dilhat dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut : tubuh bilateral
simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral,
memiliki bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas,
yaitu mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat
triploblastik, sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu
lapisan ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis,
sudah mempunyai sistem syaraf yang
bersistem tangga tali, yang terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di
bagian anterior dan sepasang atau lebih
syaraf yang membentang dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah
dilengkapi dengan gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat
kopulasi yang khusus. Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan tingkat
rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom),
saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang
tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah ( hermafrodit
).
Anggota dari Phylum ini
yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari sekian itu
berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum Platyhelminthes dapat
dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas
Turbelaria, kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
1. Kelas
Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
Permukaan tubuhnya bersilia, dan
ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota kelas ini
hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau secara
parasit, tubuhnya dibagi atas
segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar,
disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa
(lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana. Contoh : Planaria,
Bipalium.
2. Kelas
Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat
penghisap oral dan ventral. Hampir semua Trematoda bersifat parasit terhadap
hewan vertebrata baik secara ekto maupun secara endoparasit. Tubuhnya tidak
dilengkapi oleh epidermis maupun silia (kecuali fase larvanya). Tubuhnya
seperti daun, dan dilengkapi dengan alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi
kutikula. Contoh : Fasciola hepatica,
Schistosoma japonicum.
3. Kelas
Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat
endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh
seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen.
Setiap segmennya
dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang hermafrodit.
Tubuhnya terdiri atas kepala (skolek),
leher dan proglotid yang ukurannya makin besar dan makin dewasa ke arah
belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat makanan dari inangnya melalui
seluruh tubuh. Contoh : Taenia solium, Taenia saginata.
IV.
IV. HASIL PENGAMATAN
I.
ANALISIS DATA
1.
Planaria sp.
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum :
Platyhelminthes
Class :
Turbellaria
Ordo :
Tricladida
Sub ordo :
Paludicola
Family :
Tricladidae
Genus :
Planaria
Species : Planaria sp.
Sumber : (Verma. 2002)
Planaria sp dapat ditemukan di sungai, mata air, kolam dan
danau di bawah batu-batuan atau di tempat-tempat yang agak dingin. Biasanya
cacing ini menempel di batuan atau di daun yang tergenang air. Bila kita ingin
mengambil cacing ini cukup kita beri umpan sepotong daging ke perairan yang
kita duga terdapat cacing itu. Bila ditempat itu memang ada cacing Planaria sp maka cacing tersebut akan
menempel pada umpan.
Bentuk tubuh Planaria ini adalah pipih dorsoventral,
dengan bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya
berbentuk meruncing. Panjang tubuh planaria sekitar 5-25 mm, tetapi bagi
Planaria yang hidup di darat dapat mencapai 60 cm. Bagian tubuh sebelah dorsal
warnanya lebih gelap daripada tubuh sebelah ventral.
Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya ditemukan
sepasang bintik mata yang sensitif terhadap rangsangan sinar. Oleh karena itu,
Planaria dapat membedakan gelap dan terang, namun demikian Planaria tidak dapat
melihat. Kira-kira di dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak
ke arah ekor ditemukan lubang mulut. Lubang mulut ini berhubungan dengan
kerongkongan atau pharynx yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging
sirkular maupun longitudinal. Kerongkongan ini dapat ditarik dan dijulurkan.
Dalam posisi menjulur, kerongkongan tersebut bentuknya mirip dengan belalai,
dan biasa disebut proboscis.
Di bagian kepala yaitu di bagian samping kanan dan kiri
terdapat tonjolan yang menyerupai telinga yang biasa disebut aurikel. Tepat di
bawah bagian kepala terdapat bagian tubuh menyempit yang menghubungkan bagian
badan dan bagian kepala, disebut bagian leher.
Cacing
ini bergerak dengan cara mengangkat bagian posterior tubuhnya. Tepat dibawah
bagian kepala, yaitu bagian samping kanan dan kiri terdapat tonjolan yang
menyerupai telinga. Dan tepat dibawah kepala terdapat bagian menyempit yang
menghubungkan bagian badan dan bagian kepala yang disebut leher. Di sepanjang
pinggiran tubuh bagian ventral ditemukan zona adesif. Zona adesif tersebut
menghasilkan zat yang liat yang berfungsi untuk melekatkan diri dipermukaan
benda yang ditempelinya. Di permukaan ventral pada tubuh terdapat rambut-rambut
getar halus yang berfungsi dalam pergerakan. Gerakannya lurus sepanjang lendir yang diekskresikannya.
Makanan
cacing ini terdiri dari hewan-hewan kecil lainnya yang masih hidup maupun yang
telah mati. Cara makan atau menangkap mangsa pada Planaria, mula-mula Planaria sp bergerak meluncur selama
mengejar mangsanya kemudian ujung anteriornya dibelokkan apabila tersentuh oleh
mangsa kemudian Planaria sp akan melingkarinya. Dengan lendir
excert glandulae mucosae yang terdapat di sepanjang sisi badan dan kapsula,
maka mangsa dapat lingkari dengan erat menangkap mangsa. Setelah itu mangsa
yang sudah dilingkari tadi dimasukkan ke dalam mulutnya. Kemudian Planaria sp diam dengan setengah badan mangsa pada
bagian anterior dan setengah
badannya diliputi bagian posteriornya. Untuk selanjutnya faring akan
ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan dengan segera mangsa ditarik
masuk ke dalam mulut bersama faring.
Sistem pencernaannya terdiri atas mulut, proboscis,
faring dan usus yang bercabang. Mulut terletak pada permukaan ventral tepatnya
di bagian belakang tengah tubuhnya. Proboscis yaitu tenggorokan yang dapat
ditonjolkan ke luar yang terletak kira-kira di tengah-tengah mulut. Faring
terletak tepat di belakang. Makanan masuk melalui mulut, dan diedarkan ke
seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus. Cabang usus tersebut ada 3, satu
menuju anterior dan dua menuju posterior. Makanan yang tidak dicerna akan dikeluarkan
kembali melalui mulutnya karena Planaria sp tidak mempunyai anus.
Planaria sudah memiliki alat indera yang berupa bintik
mata dan indera aurikel, yang keduanya terletak di bagian kepala. Planaria
bersifat hermafrodit, maka di dalam tubuh terdapat alat kelamin jantan maupun
alat kelamin betina
Planaria akan menghindarkan diri apabila terkena sinar
yang kuat. Oleh karena itu pada siang hari cacing itu melindungkan diri di
bawah naungan batu-batu atau daun atau di bawah obyek-obyek yang lain. Di bawah
sinar difus, cacing itu aktif bergerak, berenang-renang ataupun merayap.
Biasanya mereka berkelompok antara 6 – 20 ekor. Pada waktu istirahat biasanya
mereka melekatkan atau menempelkan diri pada suatu obyek dengan bantuan zat
lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir yang terdapat pada zona
adesif dari pada tubuh. Planaria melakukan dua macam gerakan, yaitu gerak
merayap dan gerak meluncur. Planaria mempunyai arah tubuh tubuh yang jelas,
yaitu arah : anterior – posterior dan dorsal – ventral.
2.
Cacing
hati (Fasciola hepatica)
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class :
Trematoda
Ordo :
Digenea
Familia : Digeniadae
Genus : Fasciola
Spesies : Fasciola hepatica
(Sumber : Hegner,
1968 )
Fasciola
hepatica termasuk kedalam
class Trematoda yang mempunyai ciri-ciri yaitu: tubuhnya tidak bersilia jika
dewasa tetapi berkutikula, semua anggotanya hidup parasit, tipe hidup kompleks
dan mempunyai alat hisap.
Pada penampang memanjang pada Fasciola hepatica menunjukkan struktur
yang berikut : badan berdinding terdiri dari kulit jangat yang berisi spinules,
lapisan otot dan mesenchyme. Yang mana di depan mulut terdapat alat penghisap
dan pada sisi cabangnya terdapat acetubulum. Uterus, exeroty saluran pipa,
ootype, vitellaria dan kelenjar mehinis’s adalah kelihatan.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap Fasciola
hepatica terlihat dari morfologinya cacing ini mulutnya di sebelah
anterior. Hewan ini hidup parasit dalam kantung empedu pada biri-biri, sapi,
babi, dan lain-lainnya dan kadang ditemukan juga pada manusia.
Mulut terletak di sebelah anterior. Di
sekitar mulut terdapat alat hisap. Alaat ini terdapat juga di daerah ventral
yang berfungsi sebagai alaat penempel pada hospes.
Antara mulut dan alat hisap ventral terdapat
lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan telur. Lubang ekskresi terletak
agak dekat dengan akhir posterior.
Sistem pencernaan sederhana, dimulai
dari mulut, pharynx, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang. Alat hisap
dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan erat pada hospes. Otot
ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1)lapisan luar melingkar,
(2)lapisan tengah, (3)lapisan dalam yang diagonal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah
triploblastik. Ektoderm tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi
melindungi jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Endoderm melapisi saluran
pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan
saluran reproduksi.
Cacing hati berwarna merah tua. Habitatnya
di dalam hati hewan ternak memamah biak seperti sapi. Cacing ini bersifat
endoparasit pada hospesnya.Cacing yang terdapat di dalam tubuh siput air tawar
merupakan fase mirasidium Fasciola hepatica. Cacing ini memiliki
ciri-ciri tubuhnya berwarna putih transparan.
Fasciola
hepatica merupakan
cacing yang pada fase dewasanya hidup sebagai parasit dalam kantung empedu pada
biri-biri, sapi, babi, dan hewan ternak lainnya, dan kadang-kadang juga
ditemukan pada inang.
Alat
reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas diferensia,
kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat reproduksi pada
betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct, kelenjar
pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
Sistem
ekskresinya berupa sel-sel api (flame cell) dan dapat juga melalui saluran
utama yang mempunyai lubang pembuangan keluar. Sistem sarafnya berupa sejumlah
ganglion yang berfungsi sebagai otak (bertindak sebagai susunan saraf serta
mengkoordinir segala aktivitas tubuhnya).
Pada larva Miracidium muncul dari telur
yang subur dan hidupnya bebas. Mirasidium yang mikroskopik, dorsoventral,
berbentuk kerucut dalam keadaan bebas larva tersebut melangkah berenang.
Badannya ditutupi dengan cilia yang seragam.
Cilia itu mempunyai suatu lapisan luar/dari sel bersudut enam, mengatur di lima
baris, di bawah lapisan ini adalah suatu lapisan otot tipis/encer. Di depan dan
akhir produksi ke dalam suatu cuping berbentuk kerucut, apiccal papilla.
Struktur internal, kelenjar/penekan apikal, cephalik,otak, dua bintik mata, dua
sel api dan benih sel bersifat elementer jelas dilihat. Larva miracidium
berenang mencari-cari suatu rumah intermediate yang mana adalah Limnea
truncatulauntuk sekitar 4-30 jam. Apabila tidak dikocok dengan rumah yang
ditempatinya, maka larva tersebut itu akan mati. Setelah memperoleh rumah yang
pantas, lalu larva menembus ke dalam jaringan
oleh papilla apikal.
Fasciola hepatica hidup
parasit pada hati hewan ternak seperti kambing, biri-biri, dan sapi. Di dalam
tubuh hewan tersebut terdapat telur cacing yang sudah dibuahi kemudian telur
tersebut keluar bersama fases dari hewan ternak tersebut. Jatuh di tempat
lembab atau air.
Telur
berkembang menjadi mirasidia ( mempunyai rambut getar
diseluruh permukaan tubuhnya sehingga dapat berenang bebas ). Apabila mirasidia
bertemu dengan siput, maka mirasidia tersebut masuk ke dalam dan melepaskan rambut getarnya. Tetapi
apabila tidak menemukan siput maka miraidia akan mati. Setelah mirasidia yang
telah berada dalam tubuh siput berkembang menjadi sporokist, sporokist
berkembang menjadi redia. Redia secara patenogenesis akan menghasilkan redia
baru. Setelah itu terbentuklah serkaria ( sudah mempunyai mulut, 2 alat hisap,
dan memiliki ekor ). Dengan adanya ekor, serkaria dapat keluar dari tubuh siput
dan berenang dalam air dan kemudian melekat pada tumbuhan. Selanjutnya serkaria
yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya dengan selaput.
Selanjutnya serkaria yang sudah melekat pada tumbuhan dapat membungkus dirinya
dengan selaput yang kuat menjadi siste yang disebut metaserkaria. Apabila
metaserkaria terlepas dari tempat melekatnya maka akan mencemari tempat
disekitarnya, dan termakan oleh hewan
ternak tersebut.
Maka didalam tubuh hewan ternak tersebut
terdapat cacing hati yang lama-kelamaan akan berkembang menjadi dewasa.
Kemudian di dalam tubuh hewan ternak tadi mengandung telur, telur dilepaskan
melalui fases, dan seterusnya.
Siklus Hidup Fasciola hepatica

( sumber : Anonim e. 2015. Diakses pada
tanggal 26 Maret 2015)
Keterangan
siklus hidup Fasciola hepatica ( Sumber:http://www.biocab.org/) :
1.
Telur
keluar bersama-sama kotoran (feses) domba dan menetas di air selama 9-15 hari,
kemudian menjadi larva bersilia (mirasidium).
2.
Mirasidium
dapat berenang di air. Jika bertemu dengan siput di air tawar (Lymnaea javanica), mirasidium akan
menyerangnya.
3.
Dalam
tubuh siput air, mirasidium dapat melubungi jaringan, misalnya ronga paru-paru
atau pembuluh getah bening. Jika banyak mirasidium yang masuk ke dalam
tubuhnya, siput air akan mati.
4.
Larva
akan membuang semua silianya dan membesar menjadi sporokista.
5.
Sporokista
berpartogenesis dan berubah menjadi redia.
6.
Redia
juga berpartogenesis (tanpa fertilisasi) menjadi serkaria.
7.
Serkaria
mempunyai ekor dan menembus tubuh siput untuk keluar. Kemudian, serkaria
berenang beberapa lama sehingga melepaskan ekornya di rumput dan tumbuhan
air menjadi metaserkaria yang membungkus
diri dengan kista (cyste). Kista dapat tahan lama di rumput.
8.
Jika
kista termakan oleh biri-biri, kista akan menembus dinding usus dua belas jari
dan masuk ke hati serta saluran empedu biri-biri sebagai cacing dewasa selama
beberapa bulan.
9.
Setelah
cacing dewasa bertelur, selanjutnya perkembangan cacing berulang
kembali.
II.
KESIMPULAN
1.
Platyhelminthes berasal dari
bahasa Yunani “platy” yang artinya pipih dan “helmintes” yang artinya cacing.
2.
Tubuh Planaria berbentuk
pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang berbentuk segitiga, sedangkan
bagian ekornya berbentuk meruncing.
3.
Planaria sudah mempunyai alat
indera berupa bintik mata, dan indera aurikel yang kedua-duanya terletak di bagian
kepala.
4.
Planaria sp bergerak menggunakan silia yang terdapat pada epidermis tubuhnya
dan gerakannya lurus sepanjang lendir yang diekskresikannya. Cara makan Planaria sp.
adalah dengan memasukkan mangsanya ke dalam mulut dan dikeluarkan melalui mulut
lagi, karena saluran pencernaannya hanya terdiri dari mulut, faring, dan usus,
tidak mempunyai anus.
5. Fasciola hepatica merupakan salah satu contoh anggota phylum platyhelminthes yang termasuk dalam kelas
trematoda .
6.
Fasciola
hepatica biasanya hidup
sebagai parasit pada hewan-hewan ternak dan larvanya biasanya hidup di dalam
tubuh siput.
7. Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk pipih yang pada bagian anteriornya
meruncing terdapat alat penghisap.
8. Daur hidup Fasciola
hepatica dari telur → larva (mirasidium) → sporokista → redia → serkaria →
metaserkaria → cacing dewasa (pada hati hewan.
III.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Daftar pustaka buku
Bunda Halang, Dharmono, Mahruddin, M. Arsyad, dan Amalia Rezeki. 2015. Penuntun
Praktikum Zoologi Invertebrata. FKIP Unlam Banjarmasin.
Hegner, Robert.W. & Joseph
G.Engemann. 1968. Invertebrates Zoologi. London : The Macmillan Company Collier-Macmilllan Limited.
Jasin, Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan Invertebrata dan vertebrata. Sinar
Wijaya. Surabaya.
Radiopoetro, 1983.
Zoologi invertebrata. Jakarta: Erlangga
Verma,P.S. 2002. A Manual Of Practical Zoology Invertebrates.
S. Chand & Company LTD : New Delhi.
B. Daftar pustaka gambar
Anonim a. 2015. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/
planaria_wholemount.jpg. Diakses
pada tanggal 26 Maret 2015.
Anonim b. 2015. http://phobos.ramapo.edu/~spetro/Slides/
planaria_siklus.jpg. Diakses pada tanggal 26 Maret
2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar